BANDA ACEH—
Petugas Syariah di provinsi Aceh melaksanakan eksekusi cambuk terhadap sembilan warga yang tertangkap sedang berjudi di kawasan pusat kota Banda Aceh, Jumat sore (19/9).
Sembilan warga yang sempat ditahan itu, telah divonis hakim pengadilan syariah karena terbukti melanggar Qanun Nomor 13 Tahun 2003 tentang perjudian (maisir). Kesembilan warga menerima hukuman cambuk di depan umum di halaman Masjid Pahlawan Kota Banda Aceh.
Dalam Qanun 13 yang mengatur tentang sanksi perjudian atau maisir, petugas syariah menjatuhkan cambuk dengan hukuman minimal enam kali cambuk dan maksimal delapan kali cambuk di muka umum.
Wali Kota Banda Aceh dan pejabat terkait dari kejaksaaan, polisi dan tokoh masyarakat ulama, umarah hadir bersama ribuan warga (dewasa), menyaksikan pelaksanaan eksekusi cambuk.
Dalam sambutannya, Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin menekankan agar aparat pemerintah dan warga bersatu menumpas praktik pelanggaran syariah di Banda Aceh.
“Mewujudkan Banda Aceh sebagai kota madani kota bersyariat . Banda Aceh telah melaksanakan tujuh kali sejak syariat Islam diberlakukan (2001) di Aceh. Hukum cambuk bukan hanya hukuman fisik semata terhadap kesembilan pelanggar, tapi untuk kita semua, bahwa judi dilarang dan diharamkan,” kata Illiza Sa’aduddin.
Sejak tiga belas tahun silam, tepatnya tahun 2001, Aceh menjadi provinsi di Indonesia yang memberlakukan syariah Islam sebagai upaya mencegah berbagai bentuk penyakit masyarakat (pekat). Selain perjudian, Qanun di Aceh juga mengatur sanksi hukuman bagi warga yang kedapatan dan terbukti melakukan praktik asusila (Zina) dan minum minuman keras (Qamar).
Sembilan warga yang mendapat hukuman pada hari Jumat (19/9) tersebut, sebagian besar terdiri dari kaum muda. Menempati panggung terbuka, algojo pelaksana eksekusi cambuk mengenakan pakaian khusus memegang sebilah rotan dan mengayunkan rotan beberapa kali ke bagian punggung pelanggar syariah yang sebelumnya telah ditetapkan jaksa penuntut.
Ulama Aceh, Burhanuddin A. Gani dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) menekankan pentingnya penegakan hukum syariah dengan partisipasi pemangku kepentingan, demi mewujudkan Aceh madani.
"Hukuman yang dilakukan bukan penzhaliman kepada mereka (pelanggar syariah), akan tetapi sebagai sebuah upaya edukasi dan pendidikan bagi masyarakat agar meninggalkan segala bentuk kejahatan yang merugikan,memelihara keluarga dan keturunan,” kata Burhanuddin A. Gani.
Beberapa pemuda yang menerima hukuman cambuk kepada Wali Kota mengaku mereka cukup jera dan menyesal berjudi, dan berjanji tidak akan mengulangi kembali perbuatan tersebut.
“Saya bertemu dengan pelanggar, ia mengatakan betapa malunya saya hari ini saya dipertontonkan di depn orang banyak terhadap perbuatan (judi) yang saya lakukan, saya menyesal,” jelas Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin.
Usai pelaksanaan hukuman cambuk, sembilan warga tersebut dikembalikan kepada keluarganya masing-masing.
Pengamat sosial Marini M Daod mengatakan penegakan syariat dinilai masih tebang pilih. Beberapa kasus pelanggaran syariah yang melibatkan petugas pemerintah jarang diproses. Pelaksanaan Qanun Syariah, tambah Marini, perlu lebih komprehensif, baik dari segi peningkatan kapasitas petugas, sosialisasi yang lebih partisipatif, termasuk penambahan anggaran bagi lembaga-lembaga penegak syariah di Aceh.
Beberapa warga mengaku puas dengan pelaksanaan hukuman cambuk, dan berharap praktik-praktik pelanggaran syariah di Aceh terus menurun. Sebagian warga yang lain mengatakan, pelaksanaan hukuman syariah jangan diskriminatif, semoga dapat menjadi cermin bagi umat muslim agar lebih membentengi generasi muda untuk tidak terjerumus dalam tindakan yang merugikan masyarakat.
Pelaksanaan hukuman cambuk di Banda Aceh pertama dilaksanakan pada tahun 2007 silam, sejak diberlakukannya Qanun Syariah tahun 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar